UNIKNYA KAMPUNG ADAT CIREUNDEU KOTA CIMAHI || AQIQAH CIMAHI
Teu Boga
Pare Asal Boga Beas,
Teu Boga
Beas Asal Bisa Nyangu,
Teu Nyangu
Asal Dahar,
Teu Dahar
Asal Kuat.”
“Tidak
Punya Sawah Asal Punya Beras,
Tidak
Punya Beras Asal Dapat Menanak Nasi,
Tidak
Punya Nasi Asal Makan,
Tidak Makan Asal Kuat.”[1]
Hai
Semua! Mari kita luangkan waktu sejenak untuk membaca. Jangan lupa baca doa ya!
Kali
ini aku akan mengulas sedikit tentang suatu hal yang menarik di Kota Cimahi. Ada
yang familiar dengan kalimat di atas? Betul sekali! Kalimat tersebut
berhubungan erat dengan adat istiadat yang ada di Kampung Adat Cireundeu Kota
Cimahi.
Konon
katanya, tapi sudah terbukti faktanya, kampung ini punya adat yang unik! Jika hampir
sebagian besar rakyat Indonesia, khususnya Jawa, tidak bisa disebut ‘makan’
bila belum mengkonsumsi nasi, sebaliknya penduduk Kampung Cireundeu justru
pantang makan nasi. Ya, nasi adalah makanan yang haram mereka makan.
Oke,
kita akan melihat Kampung Cireundeu ini dari segi geografisnya dulu. Kampung
Cireundeu terletak di Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan. Ada
sekitar 50 kepala keluarga atau 800 jiwa yang sebagian besar mata
pencahariannya adalah bertani ketela. Memiliki luas 64 hektar, terdiri dari 60
hektar untuk pertanian dan 4 hektar untuk pemukiman.[2]
Dari
penjelasan di atas, sudah bisa dibayangkan betapa asrinya kampung ini, kan? Lahan
pertaniannya bahkan lebih besar daripada pemukiman warganya. Penduduknya tidak
terlalu padat dibandingkan dengan perkotaan yang penuh sesak.
Masyarakat
Cireundeu sangat memegang teguh kepercayaan, adat-istiadat, serta prinsip
mereka. Mereka berpegang kuat pada prinsip yang disebut “Ngidung ka waktu, mibapa ka jaman” yang bermakna “Memiliki cara,
ciri, dan keyakinan masing-masing serta tidak melawan perubahan zaman”.[3]
Kembali
lagi pada kalimat yang kutulis di awal artikel. Tulisan tersebut ternyata
merangkum asal mula para masyarakat Cireundeu pantang mengkonsumsi nasi.
Tradisi
tidak mengkonsumsi nasi sudah dijalankan sejak 101 tahun yang lalu, tepatnya
pada tahun 1918 di mana saat itu masyarakat Indonesia sangat miskin lantaran
penjajahan bangsa Belanda. Hasil panen masyarakat khususnya beras diangkut
tanpa sisa. Masyarakat hanya bisa mengganjal perut dengan sisa kekayaan alam
yang masih bisa dimakan. Dipimpin sesepuh Aki Ali, gerakan tidak mengkonsumsi
nasi disepakati oleh seluruh masyarakat kampung pada tahun 1924 hingga saat
ini.[4]
Lalu
apa yang mereka konsumsi selama ini? Pengganti nasi yang mereka sebut dengan
Rasi. Rasi adalah singkatan dari ‘beras singkong’. Terbuat dari singkong yang
mereka olah sedemikian rupa sehingga menyerupai nasi. Itulah mengapa sebagian
besar masyakatnya bertani ketela karena memang singkong adalah makanan pokok
mereka.
Untuk
mendapatkan rasi yang berkualitas, masyarakat Cireundeu mengolahnya dari
singkong unggulan jenis Garnawis dan Karihkil yang masa tanam hingga panennya
memerlukan waktu 1 tahun loh![5]
rasi |
Kalau
ada masyarakatnya yang sengaja atau tidak sengaja makan nasi, akan dikenakan
sanksi sosial lantaran dianggap tidak mematuhi adat istiadat. Kalaupun ada yang
merantau ke luar Cireundeu dan tidak bisa mengelak makan nasi, maka sesepuh
akan mengadakan upacara adat untuk menetralisirnya.[6]
Tidak
diperbolehkan makan nasi, bukan berarti dilarang makan makanan yang lain ya. Mereka
tetap boleh makan olahan selain nasi, seperti umbi-umbian, kacang-kacangan,
buah-buahan, atau daging. Rasi tetap enak disantap dengan pendamping lainnya,
seperti daging, ayam, ikan, dan telur, juga sayur sayuran.
Hal
ini diterangkan di dalam jurnal berjudul “Kearifan Lokal dalam Diversifikasi
Pangan” karya Winati Wigna dan Ali Khomsah yang menerangkan bahwa, mereka tetap
terbuka dengan segala kemajuan zaman dan lainnya. Bila ada masyarakat Cireundeu
yang menikah dengan luar Cireundeu yang notabene mengkonsumsi nasi, maka mereka
tetap menyediakan nasi untuk pasangannya.[7]
Adat
istiadat yang kental, akan tetapi tetap mengikuti perkembangan zaman merupakan
hal yang sangat menarik di dalam masyarakat Indonesia.
Masyakarat
Cireundeu yang berpegang teguh pada adat mengingatkanku pada salah satu tradisi
dalam umat Islam yang dilakukan sekali seumur hidup, yakni Aqiqah.
Meskipun
Aqiqah dihitung sunnah, tetapi ada beberapa riwayat yang menyatakan bahwa
seorang anak akan tergadai kelak di akhirat apabila belum diaqiqahi. Dua ekor
kambing untuk anak laki-laki dan satu ekor kambing untuk anak perempuan.
AQIQAH
MURAH CIMAHI
Untungnya,
aqiqah sekarang bisa dilakukan dengan sangat mudah. Tidak perlu lagi
repot-repot membeli kambing dan menyembelihnya sendiri. Ada satu jasa aqiqah yang
bediri sejak tahun 2001. Kabar baiknya, jasa aqiqah ini sudah tersebar di seluruh
wilayah Indonesia, termasuk Kota Cimahi!
Betul
sekali, Aqiqah Cimahi Nurul Hayat!
Aqiqah Cimahi |
Aqiqah
Cimahi Nurul Hayat tidak hanya memiliki kualitas bintang lima, harganya pun
murah, bisa disesuaikan dengan kebutuhan.
JASA
AQIQAH CIMAHI
Terletak
di Jl Raya Cilember No 280 Sukaraja, Cicendo, Kota Bandung JAWA Barat, Aqiqah
Cimahi Nurul Hayat menyediakan jasa aqiqah dengan berbagai macam pilihan.
KAMBING
AQIQAH
Lalu
bagaimana dengan syarat-syarat kambing yang digunakan untuk aqiqah? Tidak perlu
khawatir, karena Aqiqah Cimahi Nurul Hayat sudah pasti terjamin amanah dan
sesuai dengan syariat Islam.
Jadi,
meskipun disantap dengan rasi, manis gurihnya rasa sate kambing dan olahan gule
yang sedap tetap nikmat disantap selagi hangat. Apalagi sate dan gulenya diolah
oleh Aqiqah Cimahi Nurul Hayat.
Sate dan Gule |
Jl
Raya Cilember No 280 Sukaraja
Cicendo,
Kota Bandung
Jawa
Barat
08112435600
Hi All...! Feel free to check this out! Dont forget to
comment and follow my page, TYSM!
Menengok Sang Mutiara dari Priangan Timur
Wolf Girl and Black Prince - my anime review
[1] https://cimahikota.go.id/artikel/detail/386
[2] Idiom
[3] Idiom
[4] https://travel.tribunnews.com/2019/04/03/intip-keunikan-kampung-adat-cireundeun-kota-cimahi-ada-tradisi-tidak-makan-nasi-sejak-tahun-1918
[5] Idiom
[6] Idiom
[7] www.jurnalpangan.com